Minggu, 20 Desember 2015

MAKALAH JENIS AKHLAK DAN PENGERTIANNYA

Bismillah......

A. Latar Belakang
Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ” Khaliq” yang berarti Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan.
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengeri benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.
Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang – ulang dengan kecenderungan hati (sadar)2 .Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.

A.Pengertian akhlak
Diterjemah dari kitab Is’af thalibi Ridhol Khllaq bibayani Makarimil Akhlaq.Akhlak adalah sifat-sifat dan perangai yang diumpamakan pada manusia sebagai gambaran batin yang bersifat maknawi dan rohani.Dimana dengan gambaran itulah manusia dibangkitkan disaat hakikat segala sesuatu tampak dihari kiamat nanti.
Akhlak adalah kata jamak dari khuluk yang kalau dihubungkan dengan manusia,kata khuluk lawan kata dari kholq.
Perilaku dan tabiat manusia baik yang terpuji maupun yang tercela disebut dengan akhlak.Akhlak merupakan etika perilaku manusia terhadap manusia lain,perilaku manusia dengan Allah SWT maupun perilaku manusia terhadap lingkungan hidup.
Segala macam perilaku atau perbuatan baik yang tampak dalam kehidupan sehari-hari disebut akhlakul kharimah atau akhlakul mahmudah.Acuhannya adalah Al-Qur’an dan Hadist serta berlaku universal.

B. Macam-macam akhlak terpuji

Akhlakul karimah(sifat-sifat terpuji) ini banyak macamnya,diantaranya adalah husnuzzan,gigih,berinisiatif,rela berkorban,tata karma terhadap makhluk Allah,adil,ridho,amal shaleh,sabar,tawakal,qona’ah,bijaksana,percaya diri,dan masih banyak lagi.
Husnuzzan adalah berprasangka baik atau disebut juga positive thinking.Lawan dari kata ini adalah su’uzzan yang artinya berprasangka buruk ataup negative thinking.
Gigih atau kerja keras serta optimis termasuk diantara akhlak mulia yakni percaya akan hasil positif dalam segala usaha.
Berinisiatif adalah perilaku yang terpuji karena sifat tersebut berarti mampu berprakarsa melakukan kegiatan yang positif serta menhindarkan sikap terburu-buru bertindak kedalam situasi sulit,bertindak dengan kesadaran sendiri tanpa menunggu perintah,dan selalu menggunakan nalar ketika bertindak di dalam berbagai situasi guna kepentingan masyarakat.
Rela berkorban artinya rela mengorbankan apa yang kita miliki demi sesuatu atau demi seseorang.Semua ini apabila dengan maksud atau dilandasi niat dan tujuan yang baik.
Tata karma terhadap sesama makhluk Allah SWT  ini sangat dianjurkan kepada makhluk Allah karena ini adalah salah satu anjuran Allah kepada kaumnya.
Adil dalam bahasa arab dikelompokkan menjadi dua yaitu kata al-‘adl dan al-‘idl.Al-‘adl adalah keadilan yang ukurannya didasarkan kalbu atau rasio,sedangkan al-‘idl adalah keadilan yang dapat diukur secara fisik dan dapat dirasakan oleh pancaindera seperti hitungan atau timbangan.
Ridho adalah suka,rela,dan senang.Konsep ridho kepada Allah mengajarkan manusia untuk menerima secara suka rela terhadap sesuatu yang terjadi pada diri kita.
Amal Shaleh adalah perbuatan lahir maupun batin yang berakibat pada hal positif atau bermanfaat.
Sabar adalah tahan terdapat setiap penderitaan atau yang tidak disenangi dengan sikap ridho dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
Tawakal adalah berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil dari suatu pekerjaan.
Qona’ah adalah merasa cukup dengan apa yang dimiliki dan menjauhkan diri dari sifat ketidakpuasan atau kekurangan..
Bijaksana adalah suatu sikap dan perbuatan seseorang yang dilakukan dengan cara hati-hati dan penuh kearifan terhadap suatu permasalahan yang terjadi,baik itu terjadi pada dirinya sendiri ataupun pada orang lain.
Percaya diri adalah keadaan yang memastikan akan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan karena ia merasa memiliki kelebihan baik itu kelebihan postur tubuh,keturunan,status social,pekerjaan ataupun pendidikan.
1). Akhlak kepada Pencipta
Salah satu perilaku atau tindakan yang mendasari akhlak kepada Pencipta adalah Taubat.Taubat secara bahasa berarti kembali pada kebenaran.Secara istilah adalah meninggalkan sifat dan kelakuan yang tidak baik,salah atau dosa dengan penuh penyesalan dan berniat serta berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa.Dengan kata lain,taubat mengandung arti kembali kepada sikap,perbuatan atau pendirian yang baik dan benar serta menyesali perbuatan dosa yang sudah terlanjur dikerjakan.
# Menurut Ibnu Katsir
Taubat adalah Tobat adalah menjauhkan diri dari perbuatan dosa dan menyesali atas dosa yang pernah dilakukan pada masa lalu serta yakin tidak akan melakukan kesalahan yang sama pada masa mendatang.
# Menurut A.Jurjani
Tobat adalah kembali pada Allah dengan melepaskan segala keterikatan hati dari perbuatan dosa dan melaksanakan segala kewajiban kepada Tuhan.
# Menurut Hamka
Tobat adalah kembali ke jalan yang benar setelah menempuh jalan yang sangat sesat dan tidak tentu ujungnya.
2). Akhlak terhadap Sesama
Setelah mencermati kondisi realitas social tentunya tidak terlepas berbicara masalah kehidupan.Masalah dan tujuan hidup adalah mempertahankan hidup untuk kehidupan selanjutnya dan jalan mempertahankan hidup hanya dengan mengatasi masalah hidup.Kehidupan sendiri tidak pernah membatasi hak ataupun kemerdekaan seseorang untuk bebas berekspresi,berkarya.Kehidupan adalah saling berketergantungan antara sesama makhluk dan dalam kehidupan pula kita tidak terlepas dari aturan-aturan hidup baik bersumber dari norma kesepakatan ataupun norma-norma agama,karena dengan norma hidup kita akan jauh lebih mewmahami apa itu akhlak dalam hal ini adalah akhlak antara sesama manusia dan makhluk lainnya.
Dalam aklak terhadap sesama dibedakan mnjadi dua macam      :
3. Akhlak kepada sesama muslim.
Sebagai umat pengikut Rasullulah tentunya jejak langkah beliau merupakan guru besar umat Islam yang harus diketahui dan patut ditiru,karena kata rasululah yang di nukilkan dalam sebuah hadist yang artinya “sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.Yang dimaksud akhlak yang mulia adalah akhlak yang terbentuk dari hati manusia yang mempunyai nilai ibadah setelah menerima rangsangan dari keadaan social.Karena kondisi realitas social yang membentuk hadirnya karakter seseorang untuk menggapai sebuah keadaan.Contohnya:ketika kita ingin di hargai oleh orang lain,maka kewajiban kita juga harus menghargai orang lain,menghormati orang yang lebih tua,menyayangi yang lebih muda,menyantuni yang fakir karena hal itu merupakan cirri-ciri akhlak yang baik dan terpuji.Contoh lain yang merupakan akhlak terpuji antar sesame muslim adalah menjaga lisan dalam perkataan agar tidak membuat orang lain disekitar kita tersinggung bahkan lebih menyakitkan lagi ketika kita berbicara hanya dengan melalui bisikan halus ditalinga teman dihadapan teman-teman yang lain,karena itu merupakan etika yang tidak sopan bahkan diharamkan dalam islam.
4. Akhlak kepada sesama  non muslim
Akhlak antara sesama non muslim,inipun diajarkan dalam agama karena siapapun mereka,mereka adalah makhluk Tuhan yang punya prinsip hidup dengan nilai-nilai kemanusiaan.Namun sayangnya terkadang kita salah menafsirkan bahkan memvonis siapa serta keberadaan mereka ini adalah kesalahan yang harus dirubah mumpung ada waktu untuk perubahan diri.Karena hal ini tidak terlepas dari etika social sebagai makhluk yang hidup social.Berbicara masalah keyakinan adalah persoalan nurani yang mempunyai asasi kemerdekaan yang tidak bias dicampur adukkan hak asasi kita dengan hak merdeka orang lain,apalagi masalah keyakinan yang terpenting adalah kita lebih jauh memaknai kehidupan social karena dalam kehidupan ada namanya etika social.Berbicara masalah etika social adalah tidak terlepas dari karakter kita dalam pergaulan hidup,berkarya hidup dan lain-lain.Contohnya bagaimana kita menghargai apa yang menjadi keyakinan mereka,ketika upacara keagamaan sedang berlangsung ,mereka hidup dalam minoritas sekalipun.Memberi bantuan bila mereka terkena musibah atau lagi membutuhkan karena hal ini akhlak yang baik dalam kehidupan non  muslim.
5. Kesimpulan Akhlak Kepada Sesama
Setelah menelaah dan memahami akhlak kepada sesama sebagai kesimpulannya adalah sesungguhnya dalam kehidupan,kita tidak terlepas dari apa yang sudak ada dalam diri kita sebagai manusia termasuk salah satunya adalah akhlak.Karena akhlak adalah salah satu predikat tang disandang oleh manusia akhlak akan berjalan setelah manusia itu sendiri berada dalam alam social.Baik dan buruknya akhlak kepada sesama tergantung dari orang menjalani hidup,apakah membentuk karakternya dengan akal atau dengan hati karena keduanya adalah sumber.Jadi kesimpulan akhlak antar sesama yaitu sangat dianjurkan selama apa yang dilakukan punya nilai ibadah .
Dengan demikian orang yang berakal dan beriman wajib untuk mengerahkan segala kemampuannya untuk meluruskan akhlaknya dan berperilaku dengan perilaku yang dicintai Allah SWT.Serta melaksanakan maksud dan tujuan dari terutusnya baginda Rasullulah SAW yang bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan Akhlak”
Dari penjelasan ini menunjukkan bahwa: kesempurnaan akhlak yang hanya untuk itu Rasullulah diutus,merupakan ukuran baik dan tidaknya seseorang baik di dunia ini atau di akhirat nanti.Oleh karena itu wajib bagi setiap kaum muslimin agar budi pekertinya.Baik kepada dirinya,keluarga,dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.

6. ADIL
Pengertian adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya.Adil juga berarti tidak berat sebelah,tidak memihak.Dengan demikian berbuat adil adalah memerlukan hak dan kewajiban secara seimbang tidak memihak dan tidak merugikan pihak manapun.Sebagai contoh seseorang yang adil akan melaksanakan tugas sesuai fungsi dan kedudukannya,menghukum orang yang bersalah melakukan tindak pidana,membarikan hak orang lain sesuai dengan haknya tanpa mengurngi sedikitpun.
Firman Allah di dalam Al-Qur’an yang mamarintahkan berbuat adil antara lain:
Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 8
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Berlaku adil harus diterapkan kapada siapa saja tanpa membedakan suku,agama atau status sosial.Bahkab perlaku adil diterapkan kepada keluarga dan kerabat sendiri.Sebagaimana firman Allah berikut ini
Al-Qur’an surat An-nisa Ayat 135
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia[361] kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
Dalam ayat tersebut Allah SWT memerintahkan kepada hambanya yang beriman supaya menjadi orang yang benar-benar menegakkan keadilan ditengah masyarakat.Berani menjadi saksi akrena Allah,walaupun yang menjadi tergugat dan terdakwa adalah diri sendiri,orang tua dan kerabat.
Oleh karena itu hukum harus diterapkan secara adil kepada semua masyarakat,karena sekali ada pihak yang merasa dizalimi dengan cara diperlakukan secara tidak adil,maka akan menimbulkan gejolak.Firman Allah lain tentang dali terdapat dalam surat An Nahl ayat 90
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku ADIL dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu daoat mengambil pelajaran.
7. RIDHO
Ridho menurut bahasa artinya rela,sedangkan menurut istilah ridha artinya menerima dengan senang hati segala sesuatu yang diberikan Allah SWT.Yakni berupa ketentuan yang telah ditetapkan baik berupa nikmat maupun saat terkena musibah.Orang yang mempunyai sifat tidak mudah bimbang,tidak mudah menyesal ataupan menggerutu atas kehidupan yang diberikan olaeh Allah,tidak iri hati atas kelebihan orang lain,sebab dia berkeyakinan bahwa semua berasal dari Allah SWT,manusia hanya berusaha.Ridho bukan ebrarti menyerah tanpa usaha namanya putus asa.Dan sikap putus asa tidak dibenarkan dalam agama islam.
Firman Allah dalam Al-qur’an surat A-baqarah ayat 153
Artinya:
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu
Bagaimanakah caranya agar seseorang bisa memunculkan rasa ridho ketika menerima kenyataan pahit yang tidak dikehendaki?Caranya yang paling jitu adalah dengan menyadari bahwa Allah SWT maha adil dan bijaksana dalam setiap ketetapan dan keputusannya.hendaklah seseorang yakin bahwa Allah tidak pernah salah dalam memutuskan suatu hal.
Sebenarnya sikap ridho adalah perasan hati yang senantiasa merasa bahagia ketika menerima takdir baik apapun.Melalui sikap ridho seseorang akan mudah bersabar menghadapi berbagai macam cobaan.
Ridho mencerminkan puncak ketenangan jiwa seseorang.Orang yangtelah menempati tingkatan ridho tidak akan mudah tergoncang apapun yang dihadapinya.Baginya apapun yang terjadi dialam ini merupakan kodrat atau kekuasaan dan irodat kehendak Allah.Segalanya harus diterima dengan rasa tenang danikhlas karena hal tersebut adalah pilihan Allah SWT yang berarti pilihan terbaik.
8. AMAL SHALIH
Amal berasal dari bahasa arab yang terbantuk masdar yaitu ya’mal yang artinya segala pekerjaan atau perbuatan.Sedangkan shalih artimya bagus.Amal shalih  berarti segala perbuatan/pekerjaan yang bagus yang berguna bagi pribadi,keluarga,masyarakat dan manusia secara keseluruhan.Kebalikan dari amal shalih adalah amalan sayyi’an atau amal jelek yaitu perbuatan yang mendatangkan madhorot,baik bagi pelaku maupun orang lain.
Secara garis besar amal shalih dapat dibagi dua macam:
1.                   Amal shalih yang bersifat vertikal,dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual kepada Allah SWT
2.                   Amal shalih ag bersifat horisontal yakni segala bentuk aktivitas sosial kemasyarakatan,bentuk politik yang diniati untuk bekal kehidupan alam akhirat.
Islam merupakan agama yang sama sekali tidak membadakan nilai ibadah yang terkandung dalam amal shalih yang barsifat vertikal maupum horisontal.Karena islam menghendaki umatnya menjadi penganut agama yang memiliki kedua keshalihan tersebut yaitu keshalihan individual setelah menunaikan amal shalih vertikal dan sekaligus manjadi anggota masyarakat yang memiliki keshalihan sosial setelah melakukan amal shalih horisontal.
Perintah Allah agar kita mangerjakan amal shalih terdapat dalam Ai-Qur’an anara lain:
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 82
Artinya:
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya.
Akidah adalah gudang akhlak yang kokoh. Ia mampu menciptakan kesadaran diri bagi manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak yang luhur. Akan tetapi sebaliknya, akidah-akidah hasil rekayasa manusia berjalan sesuai dengan langkah hawa nafsu manusia dan menanamkan akar-akar egoisme dalam sanubarinya.
Akhlak mendapatkan perhatian istimewa dalam akidah Islam.
Rasulullah saww bersabda:
بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ
(Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia).
Dalam hadis lain beliau bersabda: “Akhlak yang mulia adalah setengah dari agama”.
Salah seorang sahabat bertanya kepada belaiu: “Anugerah apakah yang paling utama yang diberikan kepada seorang muslim?” Beliau menjawab: “Akhlak yang mulia”.
Islam menggabungkan antara agama yang hak dan akhlak. Menurut teori ini, agama menganjurkan setiap individu untuk berakhlak mulia dan menjadikannya sebagai kewajiban (taklif) di atas pundaknya yang dapat mendatangkan pahala atau siksa baginya. Atas dasar ini, agama tidak mengutarakan wejangan-wejangan akhlaknya semata tanpa dibebani oleh rasa tanggung jawab. Bahkan agama menganggap akhlak sebagai penyempurna ajaran-ajarannya. Karena agama tersusun dari keyakinan (akidah) dan perilaku. Dan akhlak mencerminkan sisi perilaku tersebut.
Imam Baqir a.s. berkata:
إِنَّ أَكْمَلَ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
(Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang paling mulia akhlaknya).
Seseorang datang kepada Rasulullah saww dari arah muka dan bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah agama itu?” Rasulullah saww menjawab: ”Akhlak yang mulai”. Kemudian laki-laki itu mendatangi beliau dari arah kiri dan bertanya: “Apakah agama itu?” Beliau menjawab: “Akhlak yang mulia”. Lalu laki-laki itu mendatangi beliau dari arah kanan dan bertanya: “Apakah agama itu?” “Akhlak yang mulia”, jawab beliau untuk yang ketiga kalinya. Akhirnya lali-laki itu mendatangi beliau dari arah belakang dan bertanya: “Apakah agama itu?” Rasulullah saww menoleh kepadanya dan bersabda: “Apakah kau tidak memahami agama? Agama adalah hendaknya engkau jangan suka marah”.
Amirul Mukminin a.s. berkata:
عُنْوَانُ صَحِيْفَةِ الْمُؤْمِنِ حُسْنُ خُلُقِهِ
(Sifat utama seorang mukmin adalah kemuliaan akhlaknya).
Allamah Thabathaba’i menulis: “Akhlak tidak akan dapat membahagiakan sebuah masyarakat dan mengarahkan manusia untuk memperbaiki amalnya kecuali jika akhlak itu bersandar kepada tauhid. Yaitu keyakinan bahwa alam semesta, termasuk manusia memiliki Tuhan Yang Esa dan abadi yang segala sesuatu tidak tersembunyi dari ilmu-Nya dan tidak ada kekuatan lain yang dapat menundukkan kekuasaan-Nya. Ia mencipatakan segala sesuatu dengan aturan yang terbaik, tidak karena Ia butuh kepadanya. Ia akan membangkitkan mereka kembali dan menghisabnya. Setelah itu, Ia akan memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik karena perbuatan baik (yang pernah ia kerjakan di dunia) dan menyiksa orang yang berbuat jelek karena kejelekan (yang pernah perbuat di dunia). Kemudian mereka akan kekal dalam nikmat atau siksa.
Dan jelas, jika akhlak berlandaskan kepada akidah semacam ini, maka tugas manusia hanyalah mengharapkan keridlaan Allah dalam segala tingkah lakunya. Taqwa adalah faktor penolak internal bagi manusia dari mengerjakan dosa. Seandainya akhlak tidak bersandarkan kepada akidah ini (akidah tauhid), niscaya tujuan utama manusia dalam setiap tingkah lakunya adalah berfoya-foya dengan kenikmatan dunia yang fana dan tenggelam dalam lautan kehidupan materi.
Akidah-akidah yang memiliki paham Atheisme dengan persepsinya yang memusnahkan rasa ketergantungan manusia kepada Penciptanya yang maha sempurna dan rasa bertanggungjawab kepada-Nya, sebenarnya akidah-akidah tersebut telah memusnahkan satu sumber utama nilai-nilai akhlak (dalam kehidupan manusia), dan ia tidak akan mampu menemukan sumber lain sekuat sumber itu sebagai gantinya.
Akhlak adalah satu kebutuhan vital masyarakat. Akhlak adalah pengaman dari berkobarnya api kejahatan yang sudah lama tersimpan dalam diri manusia. Atas dasar ini, membangun sebuah masyarakat tanpa didukung oleh tuntunan-tuntunan akhlak bagaikan membangun sebuah bangunan di atas tumpukan pasir.
Amirul Mukminin a.s. berkata:
لَوْ كُنَّا لاَ نَرْجُوْ جَنَّةً وَلاَ نَخْشَى نَارًا وَلاَ ثَوَابًا وَلاَ عِقَابًا، لَكَانَ يَنْبَغِيْ لَنَا أَنْ نَطْلُبَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ، فَإِنَّهَا مِمَّا تَدُلُّ عَلَى سَبِيْلِ النَّجَاحِ
(Apabila kita tidak mengharap surga dan tidak takut neraka, dan tidak mengharap pahala dan siksa, maka sepatutnya kita mencari akhlak yang mulia. Karena akhlak mulia dapat menunjukkan kepada kita jalan keselamatan).

Metode Akidah dalam Membentuk Manusia Berakhlak
Akhlak memperoleh perhatian khusus dalam ajaran-ajaran akidah Islam. Dengan ini, dalam usaha membentuk manusia berakhlak mulia dan terselamatkan dari dekadensi moral, akidah mengikuti metode-metode yang beraneka ragam demi mencapai hal itu. Metode-metode tersebut antara lain:
1. Menjanjikan Pahala Ukhrawi bagi Orang yang Berakhlak Mulia.
Akidah menjanjikan pahala yang besar dan derajat yang tinggi di akhirat kelak bagi orang yang berakhlak mulia, dan siksa yang pedih bagi orang yang berakhlak tidak terpuji dan menyembah hawa nafsunya.
Rasulullah saww bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَبْلُغُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ عَظِيْمَ دَرَجَاتِ اْلآخِرَةِ وَشَرَفِ الْمَنَازِلِ وَإِنَّهُ لَضَعِيْفُ الْعِبَادَةِ
(Seorang hamba dengan akhlaknya yang mulia bisa mencapai derajat akhirat yang agung dan tempat yang mulia kendatipun sedikit ibadahnya).
Dalam hadis yang lain beliau bersabda:
إِنَّ حَسَنَ الْخُلُقِ يَبْلُغُ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
(Orang yang berakhlak terpuji dapat menyamai derajat orang yang berpuasa dan shalat malam).
Beliau berwasiat kepada Bani Abdul Muthalib:
يَا بَنِي عَبدِ الْمُطَّلِبِ، أَفْشُوا السَّلاَمَ وَصِلُوا اْلأَرْحَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَطَيِّـبُوا الْكَلاَمَ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ
(Wahai Bani Abdul Muthalib, sebarkanlah salam, sambunglah tali kekerabatan, berilah makan (kepada orang-orang fakir) dan bertutur katalah yang baik, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat).
Beliau juga bersabda:
إِنَّ الْخُلُقَ الْحَسَنَ يُمِيْثُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا تُمِيْثُ الشَّمْسُ الْجَلِيْدَ
(Akhlak yang terpuji dapat mencairkan kejelekan sebagaimana matahari mencairkan es).
Imam Ash-Shadiq a.s. juga berkata: “Sesungguhnya Allah SWT akan memberikan pahala kepada hambanya karena akhlaknya yang terpuji seperti Ia memberi pahala kepada seorang mujahid di jalan Allah”.
Menjelaskan Efek-efek Duniawi Akhlak.
Seseorang yang berakhlak terpuji akan mampu beradaptasi dengan sesamanya, hidup bahagia, tentram dan melangkah dengan mantap. Adapun orang yang tidak memiliki nilai dan prinsip-prinsip moral, ia akan jatuh dalam jurang kegelapan, hidup dalam kecemasan dan kebingungan sehingga dirinya tersiksa, tidak disenangi oleh sesamanya dan akhirnya akan terjerumus ke dalam jurang kesesatan yang tidak memiliki akibat yang terpuji.
Rasulullah saww bersabda:
حُسْنُ الْخُلُقِ يُثَبِّتُ الْمَوَدَّةَ
(Akhlak yang terpuji dapat melanggengkan kecintaan).
Imam Ali a.s. berkata:
وَفِي سَعَةِ اْلأَخْلاَقِ كُنُوْزُ اْلأَرْزَاقِ
(…Dan dalam akhlak yang mulia tersembunyi simpanan-simpanan rizki).
Imam Ash-Shadiq a.s. berkata:
وَإِنْ شِئْتَ أَنْ تُكْرَمَ فَلِنْ، وَإِنْ شِئْتَ أَنْ تُهَانَ فَاخْشُنْ
(Jika engkau ingin dihormati, maka berlemah lembutlah dan jika kau ingin dihina, maka bersikaplah kasar).
Hubungan ilmu Akhlak dengan Tauhid


Ilmu tauhid sebagaimana dikemukakan Harun Nasution mengandung arti sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan, sebagai salah satu yang terpinting di antara sifat-sifat Tuhan lainnya. Selain itu ilmu ini juga disebut sebagai Ilmu Ushul al-Din dan oleh karena itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam Islam selalu diberi nama Kitab Ushul al-Din. Dinamakan demikian karena masalah yang pokok dalam Islam. Selain itu ilmu ini juga dikatakan dengan ilmu aqa’id, credo atau keyakinan-keyakinan, dan buku-buku yang menguppas tentang keyakinan-keyakinan diberi judul al-Aqa’id (ikatan yang kokoh).
Selanjutnya ilmu tauhid disebut pula Ilmu Kalam yang secara harfiah berarti ilmu tentang kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam adalah sabda Tuhan, maka yang dimaksud adalah kalam Tuhan yang ada di dalam al-Qur’an, dan masalah ini pernah menimbulkan perbincangan bahkan pertentangan keras di kalangan ummat Islam di abad ke sembilan dan kesepuluh Masehi sehingga menimbulkan pertentangan dan penganiayaan terhadap sesama muslim.

Selanjutnya yang dimaksud dengan kalam adalah kata-kata manusia, maka yang dimaksud dengan ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang kata-kata atau silat lidah dalam rangka mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.
Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan ilmu tauhid maka kita dapat memperoleh kesan yang mendalam bahwa Ilmu tauhid itu pada intinya berkaitan dengan upaya memahami dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat dan perbuatan-Nya. Juga termasuk pula pembahasan ilmu tauhid yaitu rukun Iman.

semoga bermanfaat.....

Akhlak Terpuji (khauf, raja’, tauhid, ikhlas, taubat, dan tawadhu)

Bismillah.....

Sebuah makalah tentang akhlak terpuji (khauf, raja’, tauhid, ikhlas, taubat, dan tawadhu)…

PENDAHULUAN

Akhlak yang terpuji merupakan tujuan yang sangat mendasar. Al Quranul Karim penuh dengan ayat yang mengajak kepada akhlak yang terpuji dan menjelaskan bahwa tujuan utama Allah mengangkat manusia sebagai khalifah hanyalah untuk memakmurkan dunia dengan kebaikan dan kebenaran.
Dalam pergaulan sehari – hari antara kita sesama Manusia, tentu terdapat hubungan dalam kehidupan sehari-hari tersebut. Hubungan yang berjalan dengan baik tentu ada aturan yang harus kita jalankan, bagi kita umat Islam tata cara bergaul tersebut telah diatur dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulllah SAW yang sering kita sebut dengan Sifat terpuji atau akhlak terpuji.
Sebagai orang islam dan sebagai hamba Allah Yang Maha Kuasa, akhlak terpuji merupakan salah satu hal mutlak yang harus dimiliki dan diaplikasikan oleh muslimin jika ia benar-benar mengaku sebagai hamba Allah. Akhlak terpuji akan membawa kepada kebajikan, sebaliknya akhlak tercela akan membawa kepada keburukan. Dalam suatu pepatah Korea disebutkan bahwa sebanarnya di dunia ini tidak ada orang yang jahat, hanya keadaan saja yang membuatnya menjadi orang jahat. Hal itu menandakan bahwa sebenarnya manusia sebagai hamba Allah telah dikaruniai potensi untuk berakhlak terpuji.
Maka dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai akhlak terpuji tentang khauf, raja’, tauhid, ikhlas, taubat, dan tawadlu yang kesemuanya itu merupakan akhlak yang tentu akan membawa kepada kebaikan.

PEMBAHASAN

A. Khauf

1. Pengertian
Secara bahasa khauf adalah lawan kata al-amnu. Al-Amnu adalah rasa aman, maka khauf berarti rasa takut. Secara istilah khauf adalah pengetahuan yang dimiliki seorang hamba di dalam hatinya tentang kebesaran dan keagungan Allah serta kepedihan siksa-Nya.
Khauf (Takut) adalah tempat persinggahan yang amat penting dan paling bermanfaat bagi hati. Ini merupakan keharusan bagi setiap orang. Firman Allah dalam QS. Ali Imran: 175:
فلا تخافوهم و خافون إن كنتم مؤمنين
“Karena itu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (Qs. Ali Imran: 175).
Kata khauf tidak jauh maknanya dengan kata wajal, khassyah, rahbah, haibah, sekalipun mungkin ada sedikit perbedaan pada perincian atau penyertaannya. Ada yang berpendapat, khauf merupakan kegundahan hati dan gerakannya karena ingat sesuatu yang ditakuti. Ada pula yang berpendapat, kahuf adalah upaya hati untuk menghindar dari datangnya sesuatu yang tidak disukainya, saat ia merasakannya. Sedangkan khassyah lebih khusus daripada khauf. Khassyah adalah milik orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang Allah. Dan khassyah merupakan khauf yang disertai ma’rifat. Maka dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
إني أتقاكم لله وأشدكم له خشية
“Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah di antara kalian, dan aku adalah orang yang paling takut kepada-Nya di antara kalian.”
Sedangkan Rahbah mencari peluang untuk lari dari sesuatu yang tidak disukai. Kebalikannya raghbah, yaitu gerakan hati untuk mencari sesuatu yang diinginkan. Wajal artinya hati yang menggigil dan bergetar karena mengingat orang yang ditakuti kekuasaan dan hukumannya atau saat melihatnya. Haibah artinya kekuasaan yang disertai pengagungan dan penghormatan, yang biasanya juga disertai rasa cinta, karena penghormatan merupakan pengagungan yang disertai rasa cinta.
Seberapa banyak ilmu dan ma’rifat yang dimiliki, maka sebanyak itu pula khauf dan khasyyahnya, Sebagaimana yang disabdakan Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam:
“Sekiranya kalian mengetahui apa yang kuketahui, tentu kalian sedikit tertawa, banyak menangis, tidak bercumbu dengan istri di atas tempat tidur dan kalian akan keluar ke atas bukit untuk memohon pertolongan kepada Allah.”
Orang yang mempunyai sifat khauf lebih suka melarikan diri atau menahan diri, sedangkan orang yang memiliki sifat khassyah lebih suka berlindung kepada ilmu. Perumpamaan di antara keduanya seperti orang yang sama sekali tidak mengerti ilmu kedokteran dan seorang dokter yang andal.

2. Macam-Macam Khauf
Takut dilihat dari dzatnya dibagi menjadi 3 macam:
a. Takut yang bersifat rahasia, yaitu takut kepada selain Allah, seperti takut kepada berhala dan taghut jika mereka menyakitinya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Hud: 54-55:
“Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Huud menjawab: “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.”
Inilah yang dilakukan para penyembah kuburan dan sejenisnya yaitu berhala, mereka takut kepadanya dan menakut-nakuti ahli tauhid jika mereka mengingkari penyembahan kepadanya dan menyuruh mengikhlaskan ibadah kepada Allah. Ini merupakan bentuk penafian terhadap tauhid.
b. Jika seseorang meninggalkan apa yang diwajibkan atasnya, karena takut dari sebagian manusia. Hukumnya adalah haram dan termasuk syirik kepada Allah bagi orang yang menafikan kesempurnaan tauhid.
c. Takut yang bersifat naluri, yaitu takut dari musuh atau binatang buas serta yang lainnya. Hal ini tidak dicela, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam kisah Musa AS, “Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu…” QS. Al Qashash : 28.

B. Raja’
1. Pengertian Raja’
Secara bahasa Rajâ’ berasal dari kata rajâ – yarjû – rajâ-an yang berarti mengharap dan pengharapan. Kata rajâ’ dalam Al-Quran disebutkan misalnya dalam QS al-Baqarah 2: 218, yaitu:
إن الذين ءامنوا و الذين هاجروا و جاهدوا في سبيل الله أولئك يرجون رحمت الله والله غفور رحيم .
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” QS. Al-Baqarah: 218.
dan juga dalam QS al-Ahzâb: 21:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجوا الله و اليوم الأ خرة و ذكر الله كثيرا.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” QS. AL-Ahzab:21.
Dalam kedua ayat tersebut, rajâ’ (pengharapan) atas rahmat Allah dinyatakan oleh para mufassir begitu kuat pengaruhnya bagi setiap orang yang beriman. Pengharapan itu menjadikan mereka rela hijrah, meninggalkan segala kesenangan dan harta yang mereka telah miliki. Mereka tidak berkebaratan mengadu nyawa dengan berjihad berperang melawan musuh-musuh mereka.
Rajâ’ merupakan sikap optimis total. Ibarat seorang pedagang yang rela mempertaruhkan seluruh modal usahanya karena meyakini keuntungan besar yang bakal segera diraihnya. Ibarat seorang ‘pecinta’ yang rela memertaruhkan segala miliknya demi menggapai cinta kekasihnya. Dia meyakini bahwa cintanya itulah bahagianya. Tanpanya, hidup ini tiada arti baginya. Rajâ’ atau pengharapan yang demikian besar menjadikan seseorang hidup dalam sebuah dunia tanpa kesedihan. Sebesar apa pun bahaya dan ancaman yang datang tidak mampu menghapus ‘senyum’ optimisme dari wajahnya.
Perbedaan raja’ (mengharap) dengan tamanny (berangan-angan), bahwa berangan-angan itu disertai kemalasan, pelakunya tidak pernah bersungguh-sungguh dan berusaha. Sedangkan mengharap itu disertai dengan usaha dan tawakal. Yang pertama seperti keadaan orang yang berangan-angan andaikan dia mempunyai sepetak tanah yang dapat dia tanami dan hasilnya pun dipetik. Yang kedua seperti keadaan orang yang mempunyai sepetak tanah dan dia olah dan tanami, lalu dia berharap tanamannya tumbuh. Karena itu para ulama telah sepakat bahwa raja’ tidak dianggap sah kecuali disertai usaha.
Raja’ itu ada tiga macam, dua mecam adalah Raja’ yang terpuji dan yang satu adalah tercela, yaitu:
1. Harapan seseorang agar dapat taat kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah, lalu dia mengharap pahala-Nya.
2. Seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat dan mengharap ampunan Allah, kemurahan dan kasih sayang-Nya.
3. Orang yang melakukan kesalahan dan mengharap rahmat Allah tanpa disertai usaha. Ini sesuatu yang menipu dan harapan yang dusta.
2. Hubungan Khauf Dan Raja’
Baik Khauf maupun raja` merupakan dua ibadah yang sangat agung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang mukmin, maka seluruh aktivitas kehidupannya akan menjadi seimbang. Dengan khauf akan membawa diri seseorang untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara yang diharamkan; dengan raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada di sisi Allah.
Pendek kata, dengan khauf dan raja` seorang mukmin akan selalu ingat bahwa dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya, di samping ia akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan.Kedua sikap di atas harus dimiliki oleh seorang mukmin. Sikap ini menjadi ciri mukmin yang baik yang bisa menempatkan diri kapan ia harus berada pada posisi khauf dan kapan ia mesti berada pada posisi raja`.
Namun, Sayid Alwi bin Abbas Al Maliki menyatakan, “Bagi seorang pemuda ia lebih baik mengutamakan sikap al-khauf sebab nafsu syahwat di masa muda jauh lebih besar yang dikhawatirkan dapat menyeret pada perbuatan buruk jika tidak mengutamakan sikap tersebut.”

C. Tauhid
1. Pengertian
Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.
Sedangkan menurut KBBI, tauhid adalah keesaan Allah: kuat kepercayaannya bahwa Allah hanya satu. Jadi, tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya yaitu: menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekwen dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepada-Nya.
2. Pembagian Tauhid
Tauhid yang didakwahkan oleh para rasul dan diturunkan kitab-kitab karenanya ada dua:
Pertama: Tauhid dalam pengenalan dan penetapan, dan dinamakan dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma dan Sifat. Yaitu menetapkan hakekat zat Allah SWT dan mentauhidkan (mengesakan) Allah SWT dengan asma (nama), sifat, dan perbuatan-Nya.
Pengertiannya: seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT sematalah yang Menciptakan, Memiliki, Membolak-balikan, Mengatur alam ini, yang sempurna pada zat, Asma dan Sifat-sifat, serta perbuatan-Nya, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Yang Meliputi segala sesuatu, di Tangan-Nya kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah SWT mempunyai asma’ (nama-nama) yang indah dan sifat yang tinggi:
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura’:11)
Kedua: Tauhid dalam tujuan dan permintaan/permohonan, dinamakan tauhid uluhiyah dan ibadah, yaitu mengesakan Allah SWT dengan semua jenis ibadah, seperti: doa, shalat, takut, mengharap, dan lain-lain.
Pengertiannya: Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT saja yang memiliki hak uluhiyah terhadap semua makhlukNya. Hanya Allah SWT yang berhak untuk disembah, bukan yang lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk memberikan salah satu dari jenis ibadah seperti: berdoa, shalat, meminta tolong, tawakkal, takut, mengharap, menyembelih, bernazar dan semisalnya melainkan hanya untuk Allah SWT. Siapa yang memalingkan sebagian dari ibadah ini kepada selain Allah SWT maka dia adalah seorang musyrik lagi kafir. Firman Allah SWT:
“Siapa menyembah ilah yang lain selain Allah SWT, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak akan beruntung.” (QS. Al-Mukminun:117)
Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah; kebanyakan manusia mengingkari tauhid ini. Oleh sebab itulah Allah SWT mengutus para rasul kepada umat manusia, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka, agar mereka beribadah kepada Allah SWT saja dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
Perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang dalilnya atau buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang shahih. Jelasnya, ilmu Tauhid terbagi dalam tiga bagian:
a. Wajib
Wajib dalam ilmu Tauhid berarti menentukan suatu hukum dengan mempergunakan akal bahwa sesuatu itu wajib (mutlak) atau tidak boleh tidak harus demikian hukumnya. Hukum wajib dalam ilmu tauhid ini ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.
Contohnya, uang seribu 1000 rupiah adalah lebih banyak dari 500 rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 1000 rupiah itu lebih banyak dari 500 rupiah. Tidak boleh tidak, harus demikian hukumnya.
Ada lagi hukum wajib yang dapat ditentukan bukan dengan akal tapi harus memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya, Bumi itu bulat.
b. Mustahil
Mustahil dalam ilmu tauhid adalah kebalikan dari wajib. Mustahil dalam ilmu tauhid berarti akal mustahil bisa menentukan dan mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu itu harus demikian. Hukum mustahil dalam ilmu tauhid ini bisa ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.
Contohnya , uang 500 rupiah mustahil lebih banyak dari 1000 rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 500 rupiah itu mustahil akan lebih banyak dari1000 rupiah.
Sebagaimana hukum wajib dalam Ilmu Tauhid, hukum mustahil juga ada yang ditentukan dengan memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya: Mustahil bumi ini berbentuk tiga segi.
c. Jaiz (Mungkin)
Jaiz (mungkin) dalam ilmu tauhid ialah akal kita dapat menentukan atau menghukum bahwa sesuatu benda atau sesuatu dzat itu boleh demikian keadaannya atau boleh juga tidak demikian. Atau dalam arti lainya mungkin demikian atau mungkin tidak. Contohnya: penyakit seseorang itu mungkin bisa sembuh atau mungkin saja tidak bisa sembuh. Hukum jaiz (Mungkin) disini, tidak memerlukan hujjah atau dalil.
Seperti hukum wajib dan mustahil, hukum jaiz (mungkin) juga kadang kandang memerlukan bukti atau dalil. Contohnya manusia mungkin bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum seperti terjadi pada kisah Ashabul Kahfi yang tertera dalam surat al-Kahfi.
Hakikat tauhid adalah ibadah, seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT:
“Tidak Aku ciptakan jin dan Manusia melainkan hanya untuk beribadah (1) kepada-Ku.” (QS. Adz –Dzariyat: 56 ).
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): “Beribadalah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut”. (QS. An–Nahl: 36).
3. Keistimewaan tauhid
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula hadits dari Itbant bahwa Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang orang yang mengucapkan dengan ikhlas dan hanya mengharapkan (pahala melihat) wajah Allah”.
Dengan mengamalkan tauhid dengan sebenar-benarnya dapat menyebabkan masuk surge tanpa hisab, seperti firman Allah:
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif (berpegang teguh pada kebenaran), dan sekalikali ia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan).” (QS. An Nahl: 120).
Dengan tauhid membuat kita takut kepada syirik. Diriwayatkan dalam suatu hadits, bahwa Rasulullah bersabda:
“Sesuatu yang paling aku khawatirkan dari kamu kalian adalah perbuatan syirik kecil, kemudian beliau ditanya tentang itu, dan beliaupun menjawab: yaitu riya.” (HR. Ahmad, Thabrani dan Abu Dawud).
Karena Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya”. (QS. An Nisa’: 48).

D. Ikhlas
1. Pengertian
Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal. Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
Dalam KBBI ikhlas adalah bersih hati, tulus hati. Jadi, Ikhlas artinya memurnikan tujuan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dari hal-hal yang dapat mengotorinya. Dalam arti lain, ikhlas adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan.
Sifat ikhlas dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Ikhlas Awam, yaitu: Dalam beribadah kepada Allah karena dilandasi perasaan rasa takut terhadap siksa Allah dan masih mengharapkan pahala.
b. Ikhlas Khawas, yaitu: Beribadah kepada Allah karena didorong dengan harapan supaya menjadi orang yang dekat dengan Allah, dan dengan kedekatannya kelak ia mendapatkan sesuatu dari Allah SWT.
c. Ikhlas Khawas al-Khawas adalah: Beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Allah-lah Tuhan yang sebenar-benarnya.
3. Ciri-Ciri Orang Ikhlas
Ciri-ciri orang ikhlas yaitu:
a. Terjaga dari segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT, baik sedang bersama dengan manusia atau sendiri.
b. Senantiasa beramal di jalan Allah SWT baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang orang lain, baik ada pujian ataupun celaan.
c. Selalu menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah SWT dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.
d. Mudah memaafkan kesalahan orang lain.
4. Manfaat dan Keutamaan Ikhlas
Manfaat dan Keutamaan Ikhlas yaitu:
a. Membuat hidup menjadi tenang dan tenteram
b. Amal ibadahnya akan diterima oleh Allah SWT.
c. Dibukanya pintu ampunan dan dihapuskannya dosa serta dijauhkan dari api neraka.
d. Diangkatnya derajat dan martabat oleh Allah SWT.
e. Doa kita akan diijabah.
f. Dekat dengan pertolongan Allah.
g. Mendapatkan perlindungan dari Allah SWT.
h. Akan mendapatkan naungan dari Allah SWT di hari kiamat.
i. Allah SWT akan memberi hidayah (petunjuk) sehingga tidak tersesat ke jalan yang salah.
j. Allah akan membangunkan sebuah rumah untuk orang-orang yang ikhlas dalam membangun masjid
k. Mudah dalam memaafkan kesalahan orang lain
l. Dapat memiliki sifat zuhud (menerima dengan apa adanya yang diberikan oleh Allah SWT.

E. Taubat
1. Pengertian
Dalam bahasa Arab, kata tobat diambil dari huruf ta’, wawu, dan ba’, yang menunjukkan pada arti pulang dan kembali. Adapun maksud dari tobat kepada Allah adalah pulang kepadanya, kembali keharibaannya, dan berdiri di depan pintu surga-Nya. Adapun dalam kitab Misabahul Munir di situ dijelaskan, bahwa kata taaba min dzalika bermakna, dia telah meninggalkan perbuatan dosa, kemudian kalimat taaba ‘alaihi bermakna, Allah SWT telah mengampuninya dan menyelamatkannya dari kemaksiatan. Selanjutnya dalam kitab Mu’jammul-Wasiit, diterangkan sebagai berikut: taaba,bermakna kembali dari kemaksiatan, taaba Allah ‘ala ‘abdihi, bermakna Allah telah memberikan taufiq kepada hamba-Nya itu untuk bertaubat. “Taubat adalah pengakuan, penyesalan sebagai upaya untuk meninggalkan dosa serta berjanji tidak akan mengulangi berbuat dosalagi”.
Al-Ghazali sebagaimana tersebut dalam buku “Ilmu Tasawuf” karangan Mukhtar Solihin dan Rosihan Anwar, mengklasifikasikan taubat kepada tiga tingkatan:
a. Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan karena takut kepada perintah Allah.
b. Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju situasi yang lebih baik lagi. Dalam tasawuf keadaan ini sering disebut dengan “inabah”.
c. rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah, hal ini disebut “aubah”.
Taubat merupakan hal yang wajib dilaksanakan dari setiap dosa-dosa, maka jika maksiat (dosa) itu hanya antara ia dengan Allah, tidak ada hubungan dengan manusia. Ada beberapa syarat sah atau diterimanya taubat, yaitu :
a. Harus menghentikan maksiat.
b. Harus menyesal atas perbuatan yang telah terlanjur dilakukannya.
c. Niat bersungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan itu kemali. Dan apabila dosa itu ada hubungannya dengan hak manusia maka taubatnya ditambah dengan syarat keempat, yaitu :
d. Menyelesaikan urusan dengan orang yang berhak dengan minta maaf atas kesalahannya atau mengembalikan apa yang harus dikembalikannya.
2. Tingkatan Taubat
Mengenai tingkatan taubat, Zainul Bahri menyebutkan dalam bukunya mengutip dari pendapat Al-Sarraj, taubat terbagi kepada beberapa bagian ;
a. Taubatnya orang-orang yang berkehendak (muriddin), para pembangkang (muta’aridhin), para pencari (thalibin), dan para penuju (qashidin).
b. Taubatnya ahli hakikat atau khawash (khusus). Yakni taubatnya orang-orang yang ahli hakikat, yakni mereka yang tidak ingat lagi akan dosa-dosa mereka karena keagungan Allah, telah memenuhi hati mereka dan mereka senantiasa ingat (dzikir) kepadanya.
c. Taubatnya ahli ma’rifat, dan kelompok istimewa. Pandangan ahli ma’rifat, wajidin (orang-orang yang mabuk kepada Allah), dan kelompok istimewa tentang pengertian taubat adalah engkau bertaubat (berpaling) dari segala sesuatu selain Allah.
Terlepas dari mengenai tingkatan taubat, perlu diketahui bahwa taubat yang diperintahkan kepada orang-orang mukmin adalah taubat an-nasuha. Taubatan Nasuha artinya taubat yang sebenar-benarnya dan pasti, yang mampu menghapus dosa-dosa sebelumnya, menguraikan kekusutan orang yang bertaubat, menghimpun hatinya dan mengenyahkan kehinaan yang dilakukannya.
Muhammad bin Ka’ab al-Qurthuby berkata : “Taubatan nasuha menghimpun empat perkara ; memohon ampun dengan lisan, membebaskan diri dari dosa dengan badan, tekat untuk kembali melakukannya lagi dengan sepenuh perasaan dan menghindari teman-teman yang buruk.
3. Macam-macam Dosa atau perbuatan yang menuntut taubat
Taubat diharuskan pada setiap melakukan dosa, Maka taubat adalah dari semua dosa besar dan kecil. Ada yang mengatakan bahwa tidak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus dan tidak ada dosa besar bersama istighfar. Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya menyebutkan dosa-dosa yang meminta taubat adalah sebagai berikut:
a. Dosa karena meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan. Kedurhakaan yang pertama kehadap Allah adalah meninggalkan apa yang diperintahkan. Ini merupakan kedurhakaan iblis. Kedurhakaan yang kedua adalah mengerjakan apa yang dilarang Allah swt, yaitu merupakan kedurhakaan Adam. Tetapi Adam dikalahkan oleh kelemahannya sebagai manusia, sehingga diapun lalai dan tekadnya menjadi lemah karena mendapat bujukan iblis.
b. Dosa anggota tubuh dan dosa hati
Banyak orang yang tidak tahu macam-macam kedurhakaan dan dosa selain dari apa yang ditangkap indranya atau yang berkaitan dengan anggota tubuh zhahir, seperti kedurhakaan yang lahir dari tangan, kaki, mata, telinga, lidah hidung dan lain-lainnya yang berhubungan dengan syahwat perut, kemaluan, birahi dan naluri keduniaan yang ada pada diri manusia.
Kedurhakaan mata adalah memandang apa yang diharamkan Allah. Kedurhakaan telinga adalah mendengar apa yang diharamkan oleh Allah, seperti kata-kata yang menyimpang yang diucapkan lisan. Kedurhakaan lisan adalah mengucapkan perkataan yang diharamkan oleh Allah, yang menurut Imam al-Ghazali ada dua puluh ma cam, seperti, dusta, ghibah, adu domba, olok-olok, sumpah palsu, janji dusta, kata-kata batil, omong kosong, tuduhan terhadap wanita-wanita muslimah yang lalai, ratap tangis, kutukan, caci maki dan sebagainya.
c. Dosa yang berupa kedurhakaan dan bid’ah
“Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang baru, karena setiap yang baru adalah bid’ah dan bid’ah itu adalah kesesatan”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).
“Barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang baru dalam agama kami yang bukan termasuk darinya maka dia tertolak” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Artinya urusan yang baru itu tidak diterima, karena itu merupakan taqarrub kepada Allah dengan cara yang tidak menurutnya perintahnya dan tidak seperti yang disyari’atkan dalam agama serta tidak diizinkannya. Bahkan pada hakikatnya bid’ah itu merupakan salah satu jenis kedurhakaan, hanya saja dengan sifat yang lebih khusus. Pelakunya mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan bid’ah dan dia yakin bahwa dengan bid’ah ini menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah dari pada orang lain yang tidak melakukannya.
d. Yang terbatas dan dosa yang tidak terbatas
Di antara ketaatan dan kebaikan, ada yang terbatas dan tidak berpengaruh kecuali terhadapa dirinya sendiri, seperti shalat, puasa, haji, umrah, haji, dzikir, membaca al-Qur’an, shadaqah, berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, orang miskin dan ibnu sabil. Hal ini tidak berbeda dengan dosa dan keburukan, yang sebagian diantaranya ada yang hanya berpengaruh kepada pelakunya dan tidak menjalar kepada orang lain. Namun sebagian lain ada yang berpengaruh kepada orang lain, sedikit atau banyak
e. Yang berkaitan dengan hak Allah dan hak hamba
Cukup banyak contoh dosa, kedurhakaan dan pelanggaran terhadap hak-hak Allah, seperti meninggalkan sebagian perintah, mengerjakan sebagian yang dilarang, seperti minum khamar, mendengarkan hal-hal yang tidak pantas, menyiksa binatang, menyiksa diri sendiri, memboroskan harta dan sebagainya.
Sedangkan dosa yang berkaitan dengan hak hamba, terutama hak material, maka taubat darinya, tetapi harus mengembalikan hak itu kepada pemiliknya atau meminta pembebasan darinya atau minta maaf dan memohon pembebasan dari pemenuhan hak karena Allah semata. Jika tidak hak itu sama dengan hutang yang harus dilunasinya, hingga kedua belah pihak harus membuat perhitungan tersendiri pada hari kiamat. Jika kebaikannya tidak mencukupi, maka keburukan-keburukan orang yang memiliki hak itu dialihkan kepadanya, sampai akhirnya hak itu terpenuhi.

F. Tawadlu
1. Pengertian
Tawadhu adalah rendah hati atau merendahkan diri tanpa menghinakan dan meremehkan harga dirinya. Lawan dari Tawadhu adalah sombong. Sebagai salah satu akhlak terpuji, tawadhu dapat menimbulkan rasa persamaan, menghormati, dan menghargai orang lain. Sikap toleransi, sikap solidaritas, dan cinta kepada keadilan serta siap menerima kritik dan bersikap demokratis.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan sikap tawadhu pada diri manusia adalah :
a. Menumbuhkan sikap kesadaran dalam diri manusia agar tidak bersikap sombong. Firman Allah SWT :
Artinya : “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Esa itu (ialah) orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orang – orang jahil menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (salam).”(Q.S Al-Furqan : 63)
b. Menumbuhkan dan menanamkan kesadaran tentang proses penciptaan manusia. Sebagai makhluk Allah manusia, mempunyai hak dan kewajiban. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya :
“Dengan menyombongkan diri terhadap Al Quran itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari.” (Q.S Al Mukmin : 67)
Manusia di hadapan Allah adalah makhluk yang tidak berdaya apa-apa. Oleh karena itu, tidak ada artinya jika kita sombong karena sesungguhnya kita tidak memiliki apa-apa.
2. Manfaat sikap Tawadhu
Sikap Tawadhu mempunyai keluhuran dan manfaat yang sangat besar. Manfaat itu antara lain :
a. Menghindari manusia dari sifat sombong.
b. Membuat orang bertambah mulia.
c. Akan di tinggikan derajatnya oleh Allah SWT.
3. Hakikat Tawadhu’
Hakikat tawadhu’ adalah tunduk kepada kebenaran dan menerimanya dari siapa pun datangnya, baik ketika ia suka ataupun duka. Merendahkan hati di hadapan sesamanya dan tidak menganggap dirinya berada di atas orang lain dan tidak pula merasa bahwa orang lain yang butuh kepadanya.
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah, seorang ulama terkemuka ditanya tentang tawadhu’, maka beliau menjawab: “Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepada-Nya serta menerimanya dari siapapun yang mengucapkannya.” (Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin, Beirut: Darul Kutub al-Araby, jilid 2 hal. 314)
4. Tawadhu’ yang Dilarang
Bersikap tawadhu’ bukan berarti menghinakan diri di hadapan orang lain. Karena tawadhu’ adalah sikap yang tumbuh dari keilmuan seseorang terhadap Allah, nama-namaNya, sifat-sifatNya serta dari rasa pengagungan dan kecintaan kepada-Nya. Yang dengan hal itu seseorang bisa paham akan dirinya dan kelemahan-kelemahannya hingga tumbuh sikap tawadhu’, yakni ketundukan hati kepada Allah dan sikap lemah lembut serta kasih sayang terhadap orang lain. Tidak menganggap dirinya lebih tinggi dari orang lain tapi menganggap orang lain lebih utama darinya. Sikap ini hanya Allah berikan kepada orang-orang yang ia cintai dan muliakan.
Adapun sikap rendah diri adalah pengorbanan diri demi meraih kenikmatan syahwat belaka. Seperti ketawadhuan orang-orang rendahan dalam mendapatkan kenikmatan dunia semata. Seperti tawadhu’nya orang yang mengharapkan jatah duniawi dari orang lain. Hal semacam ini bukanlah tawadhu’ yang dicintai Allah. (Maushu’ah Nadhratunna’im fii Makarimi Akhlaq ar-Rasul al-Karim, Darul Wasilah, jilid 4 hal. 1256)
5. Keutamaan-keutamaan Tawadhu’
Sebagaimana sifat terpuji lainnya, tawadhu’ juga memiliki banyak keutamaan. Di antara keutamaannya adalah sebagai berikut.
a. Tawadhu’ merupakan ciri khusus orang beriman
Allah ta’ala berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” (QS. Al-Maidah: 54)
Dalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Inilah sifat-sifat orang beriman, yaitu dengan bersikap tawadhu’ kepada saudaranya seiman, dan bersikap keras kepada musuhnya.
b. Orang yang bersifat tawadhu’ akan diangkat derajatnya oleh Allah dan dicintai manusia
Sebagian orang tidak mau bersikap tawadhu’ karena beranggapan bahwa dengan bertawadhu’ akan menurunkan martabatnya di hadapan manusia hingga menjadikannya dibenci dan dijauhi oleh manusia. Ini adalah anggapan yang keliru atau mungkin anggapan seperti ini hanyalah alasan yang digunakan oleh orang-orang sombong dalam membenarkan kesombongannya. Karena sesungguhnya dengan bersikap tawadhu’, seseorang akan bertambah martabat dan wibawanya. Nabi bersabda: “Dan tidaklah seseorang bertawadhu’ karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588)
Tidak diragukan lagi bahwa orang yang Allah angkat derajatnya, pasti akan dicintai manusia. Karena Allah meninggikannya di hati mereka. Seorang Arab pernah menasihati anaknya:
أَلِنْ جَانِبَكَ لِقَوْمِكَ يُحِبُّوْكَ وَ تَوَاضَعْ لَهُمْ يَرْفَعُوْكَ
“Berlemah lemah lembutlah kepada kaummu niscaya mereka akan mencintaimu, dan rendahkanlah hati terhadap mereka, niscaya mereka akan mengangkat derajatmu…” (Kitab Adab, Silsilah al-Lughah al-Arabiyah, Universitas Muhammad
Ibn Su’ud al-Islamiyah, jilid 4 hal 33)
3. Orang yang tawadhu’ akan masuk surga
Sikap tawadhu’ yang menumbuhkan akhlak-akhlak baik terhadap Allah dan makhluk-Nya, akan menjauhkan pelakunya dari sikap sombong dan angkuh yang menyebabkan seseorang terjatuh ke lembah neraka. Dengan demikian seseorang akan bisa masuk ke dalam surga. Allah ta’ala berfirman:
تِلْكَ الدَّارُ الْأَخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لَا يُرِيْدُوْنَ عُلُوًا فِيْ الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi.” (QS. Al-Qashash: 83).
KESIMPULAN
Ada beberapa sikap terpuji yang dibahas dalam makalah ini, seperti khauf, raja’, tauhid, ikhlas, taubat, dan tawadlu. Khauf berarti rasa takut. Secara istilah khauf adalah pengetahuan yang dimiliki seorang hamba di dalam hatinya tentang kebesaran dan keagungan Allah serta kepedihan siksa-Nya atau merupakan kegundahan hati dan gerakannya karena ingat sesuatu yang ditakuti. Takut dilihat dari dzatnya dibagi menjadi 3 macam.
Rajâ berarti mengharap dan pengharapan. Raja’ itu ada tiga macam, dua macam adalah Raja’ yang terpuji dan yang satu adalah tercela. Dengan khauf dan raja` seorang mukmin akan selalu ingat bahwa dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya, di samping ia akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan.
Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa. Hakikat tauhid adalah ibadah. Ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal. Terdapat beberapa ciri-ciri dan manfaat ikhalas.
Tobat kepada Allah adalah pulang kepadanya, kembali keharibaannya, dan berdiri di depan pintu surga-Nya. Taubat dari dosa harus dilaksakan segera dan tidak boleh ditunda-tunda. Terdapat beberapa syarat untuk taubat nasuha.
Tawadhu adalah rendah hati atau merendahkan diri tanpa menghinakan dan meremehkan harga dirinya. Lawan dari Tawadhu adalah sombong. Hakikat tawadhu’ adalah tunduk kepada kebenaran dan menerimanya dari siapa pun datangnya, baik ketika ia suka ataupun duka.

SEMOGA BERMANFAAT.....

Sabtu, 19 Desember 2015



AC atau DC yang berbahaya????

Hasil gambar untuk apa yang dimaksud arus ac

Apa yang dimaksud AC?

     Arus listrik AC (alternating current), merupakan listrik yang besarnya dan arah arusnya selalu berubah-ubah dan bolak-balik. Arus listrik AC akan membentuk suatu gelombang yang dinamakan dengan gelombang sinus atau lebih lengkapnya sinusoida. Di Indonesia sendiri listrik bolak-balik (AC) dipelihara dan berada dibawah naungan PLN, Indonesia menerapkan listrik bolak-balik dengan frekuensi 50Hz. Tegangan standar yang diterapkan di Indonesia untuk listrik bolak-balik 1 (satu) fasa adalah 220 volt. Tegangan dan frekuensi ini terdapat pada rumah anda, kecuali jika anda tidak berlangganan listrik PLN.


Apa yang dimaksud DC?


     Arus listrik DC (Direct current) merupakan arus listrik searah. Pada awalnya aliran arus pada listrik DC dikatakan mengalir dari ujung positif menuju ujung negatif. Semakin kesini pengamatan-pengamatan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa pada arus searah merupakan arus yang alirannya dari negatif (elektron) menuju kutub positif. Nah aliran-aliran ini menyebabkan timbulnya lubang-lubang bermuatan positif yang terlihat mengalir dari positif ke negatif.


     Jika kita bertanya lebih berbahaya mana, jawabannya tergantung dari besar kecilnya nilai dari tegangan, jika kita berbicara tegangan, maka kita juga berbicara arus, dimana nilai tegangan akan berbanding lurus dengan arus, artinya jika tegangan yang diberikan besar makaa arus yang terukur juga besar.

     listrik AC atau yang biasa disebut dengan alternating current atau arus bolak balik memiliki arus ataupun tegangan yang periodik terhadap fungsi waktu sehingga bisa berubah-ubah jadi suatu saat arus serta tegangan tersebut bisa naik dan bisa turun yah namanya juga arus bolak-balik, sementara listrik DC memiliki arus serta tegangan yang konstan jadi tidak bisa berubah-ubah.

hal inilah yang menyebabkan apabila tersengat listrik DC lebih membahayakan daripada tersengat listrik AC.

Sekian pembahasan mengenai arus AC dan DC, mohon maaf jika terdapat kesalahan.


Jumat, 18 Desember 2015

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA JAMAN NABI MUHAMMAD

Makalah


SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA JAMAN NABI MUHAMMAD

Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
                                       Dosen Pembimbing : Deden Suparman, M.A.
NIP.197904062002121007


Disusun Oleh :

TATANG DWI ATMOKO (114070076)


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2015


  



KATA PENGANTAR




Assalamualaikum Wr Wb


Alhamdulillilahirabbilalamin banyak nikmat yang Allah SWT berikan karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai      “ SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA JAMAN NABI MUHAMMAD ”.

Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih ,kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.


Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.


Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.



Wassalamualaikum Wr Wb




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
A.    Latar Belakang .......................................................................................... 4
B.     Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C.     Tujuan Makalah ........................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 6
A.    FASE MEKKAH ..................................................................................... 5
B.     FASE MADINAH ................................................................................... 8
a.       Pembentukan sistem sosial kemasyarakatan........................................ 8
b.      Bidang politik ................................................................................... 10
c.       Bidang militer ................................................................................... 10
d.      Bidang dakwah ................................................................................. 11
e.       Sistem ekonomi.................................................................................. 12
f.       Sumber pendapatan pemerintah ........................................................ 13
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 17
A.    Kesimpulan ............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pada awal mula Nabi Muhammad mendapatkan wahyu dari Allah SWT, yang isinya menyeru manusia untuk beribadah kepadanya, mendapat tantangan yang besar dari berbagai kalangan Quraisy. Hal ini terjadi karena pada masa itu kaum Quraisy mempunyai sesembahan lain yaitu berhala-berhala yang dibuat oleh mereka sendiri. Karena keadaan yang demikian itulah, dakwah pertama yang dilakukan di Makkah dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi, terlebih karena jumlah orang yang masuk Islam sangat sedikit. Keadaan ini berubah ketika jumlah orang yang memeluk Islam semakin hari semakin banyak, Allah pun memerintah Nabi-Nya untuk melakukan dakwah secara terang-terangan.
Bertambahnya penganut agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad, membuat kemapanan spiritual yang sudah lama mengakar di kaum Quraisy menjadi terancam. Karena hal inilah mereka berusaha dengan semaksimal mungkin mengganggu dan menghentikan dakwah tersebut. Dengan cara diplomasi dan kekerasa mereka lakukan. Merasa terancan, Allah pin memerintahkan Nabi Muhammad untuk berhijrah ke kota Madinah. Disinilah babak baru kemajuan Islam dimulai.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana keadaan dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika Fase Makkah?
2.      Bagaimana pembentukan sitem kemasyarakatan, mileter, politik, dakwah, ekonomi, dan sumber pendaatan Negara ketika fase Madinah?


C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui keadaan dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika Fase Makkah.
2.      Untuk mengetahui pembentukan sitem kemasyarakatan, mileter, politik, dakwah, ekonomi, dan sumber pendaatan Negara ketika fase Madinah?


BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah Peradaban Islam Masa Nabi Muhammad Saw.
A.    Fase Mekah: Sistem dakwah
Nabi Muhammad Saw yang membawa ajaran tauhid dianggap telah merusak keyakinan masyarakat arab pada umumnya yang menyembah berhala dengan menjadikan ka’bah sebagai pusat peribadatan. Dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw, Dilakukan dengan dua cara:
1)      Dakwah Secara Diam-Diam
Setelah menerima wahyu kedua, Rasulullah menyadari tugas yang dibebankan pada dirinya. Maka mulailah secara diam-diam mengajak orang memeluk islam, mula-mula kepada keluarga kemudian para sahabat dekat.
Seorang demi seorang diajak agar mau meninggalkan agama berhala dan hanya mau menyembah Allah yang Maha Esa. Usaha yang dilakukan itu berhasil. Orang-orang yang mula-mula beriman adalah:
a)      Istri beliau sendiri, Khadijah
b)       Kalangan pemuda, Ali Ibn Abi Thalib dan Zaid Ibn Harits.
c)       Dari kalangan budak, Bilal.
d)      Orang tua/tokoh masyarakat, Abu Bakar Al-Shiddiq.
Setelah Abu bakar masuk islam, banyak orang-orang yang mengikuti untuk masuk agama islam. Orang-orang ini tekenal dengan julukan Al-Sabiqun al-Awwalun, orang yang terdahulu masuk islam, seperti: Utsman Ibn Affan, Zubair Ibn awwam, Talhah Ibn Ubaidillah, Fatimah binti khathab, Arqam Ibn Abd. Al-Arqam, dan lain-lain. Mereka itu mendapat agama islam langsung dari Rasulullah sendiri. Sebagai pusat pembinaan waktu itu di rumah Arqam Ibn Abd. Al-arqam ( Dar al-Arqam).

2)      Dakwah Secara Terang-terangan
Setelah Nabi Muhammad Saw. melakukan dakwah yang bersifat rahasia, terhimpunlah pengikut Nabi sebanyak tiga puluh orang. Dakwah dikala itu dilaksanakan secara diam-diam. Setelah fase itu, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi untuk berdakwah secara terang-terangan, yaitu dengan turunnya ayat (QS. Al-Hijr, 15:94):

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah pada orang-orang musyrik”.
Ayat inilah yang memerintahkan pada Rasulullah untuk berdakwah secara terus terang dan terbuka. Rencana yang dilakukan, pertama ditujukan pada kerabat sendiri, kemudian seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan dakwah secara terang-terangan ini menambah jumlah pengikut yang masuk Islam. Hal ini tidak disenangi oleh orang-orang Quraisy. Apalagi secara tegas Rasulullah mencela ibadah mereka, dan mencerca berhala yang dipuja, serta mengkritisi tradisi mereka yang sudah membudaya.
Sehubung dakwah Nabi itu akan melenyapkan agama dan tradisi nenek moyangnya, maka kaum Quraisy mengadakan reaksi dengan aksi penindasan, penyiksaan, dan intimidasi terhadap pengikut Rasul. Namun, para sahabat tetap memegang teguh aqidah tidak gentar terhadap ancaman dan siksaan pihak kuffar. Karena itu, kaum Quraisy berusaha melenyapkan Muhammad. Mereka berambisi menangkap Nabi, namun Abu Thalib senantiasa melindunginya.
Perangai orang-orang Quraisy berubah setelah Nabi menyeru untuk mengesakan Allah. Perubahan sikap mereka antara lain:
1.      Yang semula cinta berganti menjadi benci.
2.      Yang semula dekat menjadi jauh.
3.      Yang semula memberi pengakuan atas kejujuran beliau berganti menjadi mengejek dan mencemoohnya.
4.      Yang semula memberi gelar Al-Amin berganti mengatakan  majnun (gila) dan dikatakan tukang sihir.
5.      Yang semula bersahabat dan berkerabat berubah menjadi musuh yang utama.
Faktor-faktor yang menyebabkan orang Quraisy menentang dakwah Nabi antara lain:
a.       Faktor gengsi; Orang Quraisy beranggapan, tunduk / menyerah kepada Muhammad berarti tunduk dan menyerahkan pimpinan / kekuasaan kepada keluarga Bani Abdul Muthalib para ketua kabilah takut kehilangan pengaruh / kekuasaan.
b.      Faktor taqlid; yaitu taqlid membuta pada nenek moyangnya dalam kepercayaan, upacara dan peribadatan serta tata pergaulan  yang merupakan suatu kebiasaan yang sudah berakar dikalangan bangsa Arab. Karena itu, mereka merasa berat untuk meninggalkannya.
c.       Ajaran Islam menyetarakan antara hamba sahaya dan bangsawan. Bangsa Quraisy dengan seluruh kabilahnya memandang dan merasa lebih tinggi derajatnya dibanding bangsa lain, apalagi dengan budak / hamba sahaya.

Adapun Taktik dan Strategi Dakwah Rasulullah
Taktik yang dijalankan Nabi dalam berdakwah adalah sebagai berikut, sebelum mempunyai power, dakwah berjalan dengan diam-diam, setelah banyak pengikutnya dakwah berjalan terang-terangan, dengan resiko menghadapi teror dari musuh yang lebih banyak dan kuat. Untuk menghindarkan dari kekejaman dan teror kuffar pada pengikutnya, Nabi menganjurkan mereka berhijrah ke luar Makkah, yaitu Habasyah.
Secara politis hijrah ke Habasyah merupakan upaya mencari suaka politik pada raja yang beragama samawi. Terjadi dua kali hijrah ke Habsyah. Pada hijrah pertama berangkat dua belas orang pria empat orang wanita, yang dipimpin oleh Utsman Ibn Affan bersama istrinya Ruqqayah binti Rasulallah. Pada hijrah kedua berangkat satu rombongan yang terdiri dari delapan puluh tiga laki-laki dan sebelas orang wanita, dipimpin oleh Ja’far ibn Abi Thalib.
Dengan mengikatnya aniaya Quraisy terhadap Nabi hijrahlah beliau ke Thaif, ke bani Tsaqif, dengan pengharapan akan memperoleh pertolongan serta mendapat tambahan pengikut, akan tetapi, kenyataan yang diterima sebaliknya. Nabi di caci maki, dilempari batu oleh anak-anak, sampai badannya berlumur darah. Hijrah ke Thaif hanya mendapat satu orang hamba sahaya yang masuk Islam, yaitu Addas.
Ditinjau dari segi taktik dan strategi dakwah, hijrah ke Thaif itu menunjukan kemauan yang kuat untuk meneruskan dakwah, dengan  tidak mengenal putus asa, selalu berusaha  mnencari medan dakwah. Mengalirnya darah dari kaki Nabi, membuktikan bahwa setiap perjuangan dihadapkan  kepada pengorbanan, dan pengorbanan itu sampai mengancam keselamatan diri pembawa dakwah.
Pengalaman Thaif tidak menyurutkan dakwah Nabi. Pada tahun kesebelas kerasulan, diwaktu musim haji Nabi mengadakan kontak dakwah dengan jama’ah haji, tertariklah sekelompok orang Aus dan Khazraj, penduduk kota Yastrib, untuk masuk Islam. Pada tahun XI  masuk tujuh orang, pada tahun XII masuk Islam dua belas orang, pada tahun berikutnya datang lagi tujuh puluh dua orang penduduk Yastrib menyatakan masuk Islam dan bersumpah setia akan membela serta melindungi Nabi. Penduduk Yastrib yang sudah masuk Islam itu, memohon kepada Nabi untuk pindah ke Yastrib. Beliau memberi jawaban sebelum mendapat perintah dari Allah.

B. Fase Madinah
a.      Pembentukan sistem sosial kemasyarakatan

Peradaban atau kebudayaan pada masa Rasulullah SAW. Yang paling dahsyat adalah perubahan sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa kebobrokan moral menuju moralitas yang beradab. Dalam tulisan Ahmad Al-Husairy, diuraikan bahwa peradaban pada masa Nabi dilandasi dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh Muhammad di bawah bimbingan wahyu. Diantaranya sebagai berikut.


1.      Pembangunan Masjid Nabawi
Dikisahkan bahwa unta tunggangan Rasulullah berhenti disuatu tempat maka Rasulullah memerintahkan agar di tempat itu dibangun sebuah masjid. Rasulullah ikut serta dalam pembangunan masjid tersebut. Beliau mengangkat dan memindahkan batu-batu masjid itu dengan tangannya sendiri. Saat itu, kiblat dihadapkan ke Baitul Maqdis. Tiang masjid terbuat dari batang kurma, sedangkan atapnya dibuat dari pelepah daun kurma. Adapun kamar-kamar istri beliau dibuat di samping masjid. Tatkala pembangunan selesai, Rasulullah memasuki pernikahan dengan Aisyah pada bulan Syawal. Sejak saat itulah, Yastrib dikenal dengan Madinatur Rasul atau Madinah Al-Munawwarah. Kaum muslimin melakukan berbagai aktivitasnya di dalam masjid ini, baik beribadah, belajar, memutuskan perkara mereka, berjual beli maupun perayaan-perayaan. Tempat ini menjadi factor yang mempersatukan mereka.
2.       Persaudaraan antara Kaum Muhajirin dan Anshar.
Dalam Negara islam yang baru dibangun itu, Nabi meletakan dasar-dasarnya untuk menata kehidupan sosial dan politik. Dikukuhkannya ikatan persaudaraan (Ukhwah Islamiyah) antara golongan Anshar dan Muhajirin, dan mempersatukan suku Aus dan Khazraj yang telah lama bermusuhan dan bersaing.
Ikatan persaudaraan Anshar dan Muhajirin melebihi ikatan persaudaraan karena pertalian darah, sebab ikatannya berdasar iman. Terbukti apa yang dimiliki Anshar disediakan penuh untuk saudaranya Muhajirin. Sebagaimana firman Allah; dalam surat Al Hasyr [59] ayat 9.
Rasulullah mempersaudarakan di antara kaum muslimin. Mereka kemudian membagikan rumah yang mereka miliki, bahkan juga istri-istri dan harta mereka. Persaudaraan ini terjadi lebih kuat daripada hanya persaudaraan yang berdasarkan keturunan. Dengan persaudaraan ini, Rasulullah telah menciptakan sebuah kesatuan yang berdasarkan agama sebagai pengganti dari persatuan yang berdasarkan kabilah.
3.      Kesepakatan untuk Saling Membantu antara Kaum Muslimin dan non Muslimin
Di Madinah, ada tiga golongan manusia, yaitu kaum muslimin, orang-orang arab, serta kaum non muslim, dan orang-orang yahudi (Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa’). Rasulullah melakukan satu kesepakatan dengan mereka untuk terjaminnya sebuah keamanan dan kedamaian. Juga untuk melahirkan sebuah suasana saling membantu dan toleransi diantara golongan tersebut.
4.       Peletakan Asas-asas Politik, Ekonomi, dan Sosial
Islam adalah agama dan sudah sepantasnya jika di dalam Negara diletakkan dasar-dasar Islam maka turunlah ayat-ayat Al-Quran pada periode ini untuk membangun legalitas dari sisi-sisi tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah dengan perkataan dan tindakannya. Hidupla kota Madinah dalam sebuah kehidupan yang mulia dan penuh dengan nilai-nilai utama. Terjadi sebuah persaudaraan yang jujur dan kokoh, ada solidaritas yang erat diantara anggota masyarakatnya. Dengan demikian berarti bahwa inilah masyarakat Islam pertama yang dibangun Rasulullah dengan asas-asasnya yang abadi.
Secara sistematik proses peradaban yang dilakukan oleh Nabi pada masyarakat Islam di Yatsrib menjadi Madinah (Madinat Ar-Rasul, Madinah An-Nabi, atau Madinah Al-Munawwarah). Perubahan nama yang bukan terjadi secara kebetulan, tetapi perubahan nama yang menggambarkan cita-cita Nabi Muhammad Saw, yaitu membentuk sebuah masyarakat yang tertib dan maju, dan berperadaban; kedua, membangun masjid. Masjid bukan hanya dijadikan pusat kegiatan ritual shalat saja, tetapi juga menjadi sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Disamping itu, masjid juga menjadi pusat kegiatan pemerintahan; ketiga Nabi Muhammad Saw membentuk kegiatan Mu’akhat (persaudaraan), yaitu mempersaudarakan kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Yatsrib) dengan Anshar (orang-orang yang menerima dan membantu kepindahan Muhajirin di Yatsrib). Persaudaraan diharapkan dapat mengikat kaum muslimin dalam satu persaudaraan dan kekeluargaan. Nabi Muhammad Saw membentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan seagama, disamping bentuk persaudaraan yang sudah ada sebelumnya, yaitu bentuk persaudaraan berdasarkan darah; keempat, membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam; dan kelima Nabi Muhammad Saw membentuk pasukan tentara untuk mengantisipasi gangguna-gangguan yang dilakukan oleh musuh.
b.      Bidang Politik
Selanjutnya, Nabi Saw. Merumuskan piagam yang berlaku bagi seluruh pendudukan Yatsrib, baik orang muslim maupun non muslim (Yahudi). Piagam inilah yang oleh Ibnu Hasyim disebut sebagai Undang-undang Dasar Negara Islam (Daulah Islamiyah) yang pertama.
1)      Setiap kelompok mempunyai pribadi keagamaan dan politik. Adalah hak kelompok, menghukum orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang patuh.
2)       Kebebasan beragama terjamin buat semua warga Negara.
3)       Adalah kewajiban penduduk madinah, baik kaum muslimin maupun bangsa Yahudi, untuk saling membantu, baik secara moril atau materil. Semuanya dengan bahu membahu harus menangkis setiap serangan terhadap kota Madinah.
Rasulullah adalah kepala Negara bagi penduduk Madinah. Kepada Beliaulah segala perkara dibawa dan segala perselisihan yang besar diselesaikan.
c.       Bidang Militer
      Peperangan yang terjadi pada masa Rasul membawa akibat perkembangan Islam dan kebudayaan Islam. Peperangan pada masa Rasul terdiri dari:
1)      Ghazwah; yaitu peperangan yang dipimpin langsung oleh Rasul sendiri. Peperangan ini terjadi dua puluh tujuh kali.
2)      Syariah; yaitu peperangan yang dipimpin oleh para sahabat untuk memimpinnya, peperangan ini terjadi tiga puluh delapan kali.
Peperangan yang dilakukan Rasul mempunyai nilai dan arti bagi pembinaan ummat. Nilai dan arti yangterkandung antara lain:
1)      Gazwatu furqan; yaitu peperangan yang menentukan mana yang hak dan bathil, seperti Perang Badar. sebagaimana  firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 41.
“Dan ketahuilah, bahawa apa sahaja yang kamu dapati sebagai harta rampasan perang, maka sesungguhnya satu perlimanya (dibahagikan) untuk (jalan) Allah dan untuk RasulNya dan untuk kerabat (Rasulullah) dan anak-anak yatim dan orang-orang miskin, serta ibnus-sabil (orang musafir yang keputusan), jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan oleh Kami (Allah) kepada hamba Kami (Muhammad) pada Hari Al-Furqan, iaitu hari bertemunya dua angkatan tentera (Islam dan kafir, di medan perang Badar) dan (ingatlah) Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu”.
2)      Adabiyah al-Hujum; yaitu peperangan untuk membela diri seperti perang Khandak.
3)      Untuk perdamaian; seperti perjanjian Hudaibiyah.
4)      Kewaspadaan; seperti perang Mukt‘ah.
5)      Taktik menakut-nakuti; seperti Fathu Makkah.
6)      Penyiaran Agama Islam; seperti Perang Hunain.
7)      Konsolidasi, agar Negara menjadi bersatu dan kuat seperti Thaif.
8)      Pengabdian kepada Tuhan; seperti Perang Tabuk
Peperangan yang terjadi pada masa Nabi bertujuan untuk melindungi, mengamankan dakwah Islam dari gangguan orang-orang kafir, melindungi dan mempertahankan masyarakat / daulah Islamiyah, membentuk masyarakat yang Islami. (Subarman,2008: 37-38).

d.      Bidang Dakwah
Musuh–musuh Islam melontarkan tuduhan kepada umat Islam, bahwa Islam berkembang dibawah sinar mata pedang / kekerasan. Tuduhan yang demikian tidak berdasar kenyataan.
Dengan dakwah agama Islam mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1.      Ajaran Islam simple, mudah, tidak memberatkan, tidak banyak tuntutan dan aturan.
2.      Prinsip-prinsip dari masyarakat Islam bersendikan ukhuwah Islamiyah.
3.      Islam tersiar luas dan cepat semata-mata karena Dakwah bi al-Hikmah dari Nabi dan para sahabat.

Jihad dalam Islam mempunyai fungsi dan kedudukan:
a.       Melindungi dan membela dakwah dari gangguan.
b.      Melindungi masyarakat Islam dankaum Muslimin.
c.       Merupakan tindakan pengamanan.
Lebih lanjut A. Hasym menyatakan bahwa jihad menurut Kebudayaan Islam adalah suatu tindakan pengamanan yang bertujuan perdamaian abadi dalam jangka waktu jauh.
Adapun Ruang Lingkup Dakwah Islamiyah tidak hanya untuk bangsa Arab atau hanya di jazirah Arab saja. Rasul diangkat sebagai rahmatan lil’alamin, maka dakwah adalah untuk seluruh umat di dunia. Terbukti sebagaimana yang telah dilakukan Rasul, setelah menata kehidupan Jazirah Arab secara Islami, Rasul menyeru kepada seluruh raja-raja, penguasa yang ada disekitar Jazirah Arab, dengan mengirim utusan yang membawa surat seruan mengikuti dakwah Islamiyah.
Menurut Tarikh Ibnu Hisyam dan Tarikh al-Thabari, surat-surat dari Nabi itu dikirim kepada:
a)      Heraclius, Kaisar Romawi, yang diantar oleh duta atau utusan dibawah pimpinan Dakhiyah ibn Khalifah al-Kalby al-Khazraji.
b)      Kisra Persi, yang dibawa oleh perutusan dibawah pimpinan Abdullah ibn Huzaifah al Sahmy.
c)      Negus, Maharaja Habsyah, yang diantar oleh perutusan dibawah pimpinan Umar Ibn Umayyah al-Dlamary.
d)     Maqauqis, Gubernur Jendral Romawi untuk wilayah Mesir, disampaikan oleh Khatib ibn Abi Baltaah al-Lakhmy.
e)      Hamzah ibn Ali al-Hanafi, Amir negri Yamamah, diantar perutusan dipimpin Sulaith ibn Amr al-Amiry.
f)       Al-Haris ibn Abi Syamr, Amir Ghassan, dibawa oleh Syuja’ibn Wahab.
g)      Al-Mundzir ibn Sawy, Amir Ghassan, dibawa oleh Syuja’ibn Wahab.
h)      Duaputera al-Jalandy, Jifar dan Ibad, yang dibawa oleh Amr ibn Ash. (Subarman. 2008: 38-39).
e.       Sistem Ekonomi
Seperti di madinah merupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi. Oleh karena itu, peletakan dasar-dasar sistem keuangan negara yang di lakukan oleh Rasulullah Saw. merupakan langkah yang sangat signifikan sekaligus berlian dan spektakuler pada masa itu, sehingga Islam sebagai sebuah agama dan negara dapat berkembang dengan pesat dalam jangka waktu yang relatif singkat.
Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah Saw. dari prinsip-prinsip Qur’ani. Al Quran yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan  berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi umat manusia dalam aktivitas disetiap aspek kehidupannya, termasuk dibidang ekonomi.
Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasaan tertinggi hanya milik Allah semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Dalam pandangan Islam, kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan menjadi kehidupan ruhiyah dan jasmaniyah, melainkan sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak terpisahkan, bahkan setelah kehidupan dunia ini. Dengan kata lain, Islam tidak mengenal kehidupan yang hanya memikirkan materi duniawi tanpa memikirkan kehidupan akhirat.
f.        Sumber Pendapatan Negara
1.      Uang tebusan untuk para tawanan perang (hanya khusus pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang).
2.      Pinjaman-pinjaman (setelah penaklukan kota Mekkah) untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin dari Judhayma/sebelum pertemuan Hawazin 30.000 dirham ( 20.000 dirham menurut Bukhari) dari Abdullah bin Rabiya dan pinjaman beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufiyan bin Umayyah (sampai waktu itu tidak ada perubahan).
3.      Khums atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam.
4.      Amwal fadillah yaitu harta yang berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negrinya.
5.      Wakaf yaitu harta benda yang didedikasikan oleh seorang muslim untuk kepentingan agama Allah dan pendapatnya akan disimpan di Baitul Mal.
6.      Nawaib yaitu pajak khusus yang dibedakan kepada kaum muslimin yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat.
7.      Zakat Fitrah
8.      Bentuk lain sedekah seperti hewan qurban dan kifarat. Kifarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan oleh seorang muslim pada saat melakukan ibadah.
9.      Ushr
10.  Jizyah yaitu pajak yang dibebankan kepada orang non muslim.
11.  Kharaj yaitu pajak tanah yang dipungut dari kaum non muslim ketika wilayah khaibar ditaklukan.
12.  Ghanimah yaitu harta rampasan perang.
13.  Fa’i.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya masa nabi Muhammad Saw terbagi menjadi dua fase (priode) yaitu Fase Makkah dan Madinah. Pada fase Makkah lebih ditekankan hanya pada bidang Dakwah, karena ini adalah masa-masa awal kelahiran agama Islam. Dakwah yang dilakukan oleh Nabi pada Fase ini terbagi menjadi dua yaitu secara sembunyi-sembunyi dean secara terang-terangan.
Pada fase Madinah ada beberapa bidang yang dikembangkan sebagai wujud dari upaya Nabi untuk membentuk Negara Islam diantaranya yaitu pembentukan sisitem sosial kemasyarakatan, militer, politik, dakwah, ekonomi, dan sumber pendapatan Negara. Pada fase ini Islam menjadi agama yang dipeluk oleh seluruh Jazirah Arab, sebagai tanda keberhasilan dakwah Nabi Muhammad.



  
DAFTAR PUSTAKA

Mubarok, Jaih. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Subarman, Munir. 2008. Sejarah Peradaban Islam Klasik. Cirebon: Pangger Publishing.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung CV Pustaka Setia.